Notification

×

Iklan

Iklan

Pemerintah Dorong Skema Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) sebagai Solusi Inovatif Pembiayaan Infrastruktur

Jumat, 08 Agustus 2025 | Agustus 08, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-08T07:40:29Z
Pemerintah Dorong Skema Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) sebagai Solusi Inovatif Pembiayaan Infrastruktur. (Sumber: Kemenko)

Jakarta, Info Publikasi - Pemerintah terus mengakselerasi pembangunan infrastruktur nasional serta mengoptimalkan pemanfaatan aset negara guna mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Untuk mendukung langkah tersebut, strategi jangka menengah disusun melalui RPJMN 2025-2029 dengan infrastruktur sebagai pilar penting dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2029.

Pertumbuhan investasi melalui Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi motor penggerak ekonomi, namun keterbatasan pembiayaan APBN mendorong perlunya skema alternatif yang lebih fleksibel dan inklusif. Salah satunya adalah pembiayaan melalui skema Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2024.

“Skema ini bukan bentuk privatisasi. Justru sebaliknya, ini merupakan bentuk modernisasi tata kelola aset negara agar lebih produktif, bernilai tambah, dan tetap berpihak pada kepentingan publik,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin dalam acara Sosialisasi Perpres Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pembiayaan Infrastruktur melalui Hak Pengelolaan Terbatas (HPT), Kamis (7/08).

Kegiatan ini menjadi forum strategis untuk memperkuat pemahaman bersama dan membangun sinergi antar pemangku kepentingan dalam pelaksanaan skema HPT, sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor sebagai kunci menjawab tantangan pendanaan infrastruktur nasional.

Regulasi yang tertuang dalam Perpres 66 Tahun 2024 memberikan dasar hukum bagi pemanfaatan aset-aset negara secara lebih optimal. Skema HPT dapat diterapkan pada berbagai jenis infrastruktur strategis seperti jalan tol, transportasi publik, energi, limbah, perumahan, hingga fasilitas kesehatan dan pendidikan. Aset yang bisa dikerjasamakan harus telah beroperasi, memiliki umur manfaat minimum 10 tahun, serta terdaftar dan diaudit secara akuntabel. Namun demikian, fleksibilitas juga diberikan berdasarkan hasil studi kelayakan.

Lebih lanjut, skema HPT dapat dilakukan baik melalui prakarsa pemerintah (solicited) maupun oleh badan usaha (unsolicited), dengan peran strategis Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dalam memfasilitasi proses transaksi. Mekanisme ini meliputi penetapan daftar proyek HPT, pemilihan mitra swasta, hingga pengelolaan dan pengembalian aset di akhir periode kerja sama.

“Biarkan aset negara bekerja untuk kita. Melalui HPT, kita dorong investasi swasta tanpa melepas kendali negara, sekaligus memperkuat struktur pembiayaan pembangunan nasional,” tegas Deputi Rudy.

Sosialisasi ini diharapkan menjadi titik awal dari adopsi luas skema HPT di berbagai sektor dan wilayah, serta membangun ekosistem pembiayaan infrastruktur yang transparan, bankable, dan berdampak nyata bagi masyarakat.

“Saya berharap forum ini dapat menjadi momentum strategis untuk mempercepat implementasi skema HPT. Regulasi telah tersedia, sekarang saatnya mendorong agar implementasinya dapat dilakukan secara feasible dan bankable,” pungkas Deputi Rudy.

Turut hadir dalam sosialisasi ini diantaranya yakni Asisten Deputi Pengembangan BUMN Bidang Infrastruktur dan Logistik Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Yuli Sri Wilanti, perwakilan dan tenaga ahli dari Kemitraan Indonesia Australia untuk Infrastruktur (KIAT), perwakilan Kementerian/Lembaga, serta jajaran pimpinan perusahaan BUMN terkait. (Budi)
×
Berita Terbaru Update