IAI dan IFAC Teguhkan Peran Indonesia di Panggung Akuntansi Global Melalui APA Fest 2025. (Sumber: IAI)
Depok, Info Publikasi - Profesi akuntansi Indonesia menegaskan langkah strategisnya menuju panggung global melalui penyelenggaraan Aspiring Professional Accountants Festival (APA Fest) 2025 dengan tema “Future-Ready Accountants: Navigating Global Challenges.” Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk memperkuat daya saing profesi, mendorong transformasi digital, serta menjawab tuntutan keberlanjutan di era disrupsi global.
Salah satu event APA Fest 2025 ini digelar secara hybrid di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Depok, dengan menghadirkan tokoh akuntansi nasional dan global. Acara dibuka dengan sambutan Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI Ardan Adiperdana dan Rektor UI, Prof. Hery Hermasnyah, serta diisi paparan kunci President International Federation of Accountants (IFAC), Jean Bouquot dan Ketua Dewan Audit/Anggota Dewan Komisioner OJK, Sophia Wattimena. Diskusi panel turut menghadirkan tokoh akuntansi Indonesia yang aktif di level global seperti Prof. Sidharta Utama, Prof. Lindawati Gani, dan Buntoro Rianto.
Dalam sambutannya, Ardan Adiperdana menekankan pentingnya kolaborasi lintas institusi dan kesiapan generasi muda menghadapi dinamika global. Ia juga menyoroti pembaruan MoU antara IAI dan UI yang memperkuat kapasitas akademik serta pendidikan akuntansi.
“Masa depan akuntansi sedang dibentuk hari ini — melalui adaptasi, inovasi, dan kolaborasi. Akuntan masa depan harus memiliki kecakapan digital, wawasan global, serta kemampuan untuk berkolaborasi lintas sektor dengan tetap berpegang pada etika dan kepemimpinan,” tegasnya.
Tantangan Profesi Akuntansi: Praktik Tata Kelola dan Keberlanjutan
Jean Bouquot dalam sambutannya menegaskan bahwa banyak bisnis, khususnya small medium enterprise (SME), masih kesulitan memahami dan mengimplementasikan aspek keberlanjutan.
“Membawa sistem dan proses baru bukanlah hal yang mudah, apalagi dengan keterbatasan sumber daya yang mereka miliki. Di sinilah akuntan profesional dapat membuat perbedaan besar,” ujarnya.
Menurut Bouquot, akuntan hadir sebagai katalis yang membantu bisnis dari berbagai skala beradaptasi dengan tuntutan sustainability, sekaligus memastikan integrasi yang lebih mulus di dalam rantai pasok dan rantai nilai perusahaan besar. Tanpa dukungan SME, transformasi perusahaan besar tidak akan berjalan lancar. Dengan demikian, akuntan profesional berperan sebagai penggerak penting dalam mempercepat penerapan sustainability, baik secara global maupun lokal.
Sementara itu, Sophia Wattimena, Ketua Dewan Audit/Anggota Komisioner OJK yang juga Dewan Pengawas IAI mengatakan, profesi akuntansi memegang peranan penting dalam menjaga kepercayaan publik melalui praktik tata kelola yang baik. Akuntan dituntut memastikan laporan keuangan bebas dari salah saji material, karena praktik seperti window dressing dapat merusak kepercayaan investor, kreditur, dan Masyarakat. Kondisi itu pada akhirnya menyulitkan perusahaan dalam memperoleh pendanaan maupun mempertahankan keberlanjutan usahanya. Kepatuhan terhadap Standar Profesi, Kode Etik, serta regulasi dari P2PK dan OJK menjadi landasan untuk menjaga integritas profesi sekaligus melindungi kepentingan publik.
Selain itu, urgensi keberlanjutan menghadirkan tantangan baru bagi akuntan, khususnya dalam penyajian laporan non-keuangan. Akuntan kini dituntut mampu mengukur kinerja keberlanjutan, memenuhi standar pelaporan, mengintegrasikan data ESG, sekaligus berperan sebagai penasihat bisnis. Informasi non-keuangan harus disajikan secara terukur, transparan, dan kredibel.
“Di sinilah profesi akuntansi berperan sebagai katalis, bukan hanya dalam memastikan tata kelola yang sehat, tetapi juga dalam mendukung transformasi perusahaan menuju pertumbuhan yang berkelanjutan,” ungkap Sophia.
Dalam diskusi panel, para pembicara menyoroti tren dan tantangan global, khususnya terkait regulasi keuangan, pelaporan keberlanjutan, serta standar internasional. Kesiapan profesi akuntan menghadapi penerapan Standar Pengungkapan Keberlanjutan (SPK) yang akan berlaku 1 Januari 2027, sejalan dengan konvergensi International Sustainability Standards Board (ISSB). Kondisi ini membuka peluang besar bagi akuntan untuk menjadi strategic business partner yang mendorong penerapan integrated thinking dalam tata kelola dan pengelolaan organisasi.
Panel juga menyoroti peluang akuntan Indonesia di panggung global. Dengan semakin terhubungnya perekonomian dan adopsi standar internasional seperti IFRS, ISSB, dan kode etik global IFAC, akuntan Indonesia memiliki kesempatan luas untuk berkontribusi pada perusahaan multinasional, lembaga keuangan internasional, dan inisiatif keberlanjutan global. Para narasumber sepakat bahwa penguatan kompetensi, sertifikasi internasional, serta keterlibatan dalam forum global menjadi kunci agar akuntan Indonesia dapat menjadi agen perubahan yang mendorong transparansi, tata kelola, dan penciptaan nilai berkelanjutan.***